A. Esensi Perubahan Kurikulum
Dalam
perspektif Soetopo dan Soemanto pengertian perubahan kurikulum agak sukar untuk
dirumuskan dalam suatu devinisi. Suatu kurikulum disebut mengalami perubahan
bila terdapat adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum antara
dua periode tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha yang disengaja,
tentunya menuju movement yang lebih baik.
Berbeda
dengan ungkapan Nasution, perubahan kurikulum mengenai tujuan maupun alat-alat
atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu. Mengubah kurikulum sering berarti
turut mengubah manusia, yaitu guru, pembina pendidikan, dan mereka-mereka yang
mengasuh pendidikan. Itu sebab perubahan kurikulum dianggap sebagai perubahan
sosial, suatu social change. Perubahan kurikulum juga disebut devolupment
(pembaharuan) atau inovasi kurikulum.
Mengenai
makna perubahan kurikulum, bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita
dapat bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang
sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses
pembelajaran. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang
diharapkan dapat dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya
saling berinteaksi. Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup
dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu di revisi secara berkala
agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Selanjutnya
kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang dalam kenyataan terjadi dengan
murid didalam kelas. Kurikulum dalam arti ini tak mungkin direncanakan
sepenuhnya betapapun rincinya dirrencanakan, karena dalam interaksi dalam kelas
selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat diramalkan
sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi pengembang
kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat dipandang sebagai cetusan
jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang
tertinggi dalam kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungannya
dengan kepribadian guru.
Kurikulum yang formal mengubah
pedoman kurikulum, relatif lebih terbatas dari pada kurikulum yang riil.
Kurikulum yang riil bukan sekedar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang
dialami anak dalam kelas, ruang olahraga, warung sekolah, tempat bermain, karya
wisata, dan banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh kehidupan
anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh
lebih luas dan dengan demikian lebih pelik, sebab menyangkut banyak variabel.
Perubahan kurikulum disini berarti mengubah semua yang terlibat didalamnya,
yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah juga orang tua dan
masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Seperti yang
telah penulis paprkn di atas, bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan
sosial, curriculum change is social change.
- Jenis-Jenis Perubahan
Menurut Soetopo dan Soemanto,
Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian-sebagian, tapi dapat pula bersifat
menyeluruh.
a.
Perubahan sebagian-sebagian
Perubahan
yang terjadi hanya pada komponen (unsur) tentu saja dari kurikulum kita sebut
perubahan yang sebagian-sebagian. Perubahan dalam metode mengajar saja,
perubahan dalam itu saja, atau perubahan dalam sistem penilaian saja, adalah
merupakan contoh dari perubahan sebagian-sebagian. Dalam perubahan
sebagian-sebagian ini, dapat terjadi bahwa perubahan yang berlangsung pada
komponen tertentu sama sekali tidak berpengaruh terhadap komponen yang lain.
Sebagai contoh, penambahan satu atau lebih bidang studi kedalam suatu kurikulum
dapat saja terjadi tanpa membawa perubahan dalam cara (metode) mengajar atau
sistem penilaian dalam kurikulum tersebut.
b.
Perubahan menyeluruh
Disamping
secara sebagian-sebagian, perubahan suatu kurikulum dapat saja terjadi secara
menyeluruh . Artinya keseluruhan sistem dari kurikulum tersebut mengalami
perubahan mana tergambar baik didalam tujuannya, isinya organisasi dan strategi
dan pelaksanaannya. Perubahan dari kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975 dan
1976 lebih merupakan perubahan kurikulum secara menyeluruh. Demikian pula
kegiatan pengembangan kurikulum sekolah pembangunan mencerminkan pula usaha
perubahan kurikulum yang bersifat menyeluruh. Kurikulum 1975 dan 1976 misalnya,
pengembangan , tujuan, isi, organisasi dan strategi pelaksanaan yang baru dan
dalam banyak hal berbeda dari kurikulum sebelumnya.
2.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perubahan Kurikulum
Menurut
Soetopo dan Soemanto, ada sejumlah faktor yang dipandang mendorong terjadinya
perubahan kurikulum pada berbagai Negara dewasa ini.
a. Bebasnya sejumlah wilayah tertentu di dunia ini dari
kekuasaan kaum kolonialis. Dengan merdekanya Negara-negara tersebut, mereka
menyadari bahwa selama ini mereka telah dibina dalam suatu sistem pendidikan
yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita nasional merdeka. Untuk itu ,
mereka mulai merencanakan adanya perubahan yang cukup penting di dalam
kurikulum dan sistem pendidikan yang ada.
b.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat
sekali. Di satu pihak, perkembangan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang
diajarkan di sekolah menghasilkan diketemukannya teori-teori yang lama. Di lain
pihak, perkembangan di dalam ilmu pengetahuan psikologi, komunikasi, dan
lain-lainnya menimbulkan diketemukannya teori dan cara-cara baru di dalam
proses belajar mengajar. Kedua perkembangan di atas, dengan sendirinya
mendorong timbulnya perubahan dalam isi maupun strategi pelaksanaan kurikulum.
c.
Pertumbuhan yang pesat dari penduduk dunia. Dengan
bertambahnya penduduk, maka makin bertambah pula jumlah orang yang membutuhkan
pendidikan. Hal ini menyebabkan bahwa cara atau pendekatan yang telah digunakan
selama ini dalam pendidikan perlu ditinjau kembali dan kalau perlu diubah agar
dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan yang semakin besar. Ketiga faktor di
atas itulah yang secara umum banyak mempengaruhi timbulnya perubahan kurikulum
yang kita alami dewasa ini.
3. Sebab-Sebab Kurikulum Itu Diubah
Kurikulum
itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam
faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat berubah secara
fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi Negara
yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang
menyeluruh.
Kurikulum
juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran. Misalnya pada tahun
30-an sebagai pengaruh golongan progresif di USA tekanan kurikulum adalah pada
anak, sehingga kurikulum mengarah kepada child-centered curriculum
sebagai reaksi terhadap subject-centered curriculum yang dianggap
terlalu bersifat adulatif (pembujukan) dan society-centered.. Pada tahun
40-an, sebagai akibat perang, asas masyarakatlah yang diutamakan dan kurikulum
menjadi lebih society-centered.
Kurikulum
dapat pula mengalami perubahan bila terdapat pendirian baru mengenai proses
belajar, sehingga timbul bentuk-bentuk kurikulum seperti activity atau experience
curriculum, programmed instruction, pengajaran modul, dan
sebagainya.
Perubahan
dalam masyarakat, eksplosi (ledakan) ilmu pengetahuan dan lain-lain mengharuskan
adanya perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu menyebabkan kurikulum yang
berlaku tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini akan senantiasa dihadapi
oleh setiap kurikulum, betapapun relevannya pada suatu saat.
4. Kesulitan-Kesulitan Dalam Perubahan Kurikulum
Sejarah
menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaharuan. Ide yang baru
tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktikan secara
umum di sekolah-sekolah.
Manusia itu
pada umumnya bersifat konservatif (tertutup) dan guru termasuk golongan itu
juga. Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada
kalanya karena cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan
pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tak semua orang
suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada pula
kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk
mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan administratif. Guru itu hanya
diharapkan mengikuti instruksi atasan.
Pembaharuan
kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang mencetuskannya. Dengan
meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaharuan yang telah dimulainya itu. Dalam
pembaharuan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih “mudah”
daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun telah dilaksanakan sebagai
percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam penyebarluasannya, oleh sebab
harus melibatkan banyak orang dan mungkin memerlukan perubahan struktur
organisasi dan administrasi sistem pendidikan.
Disadari
atau tidak pembaharuan kurikulum pastinya memerlukan biaya yang lebih banyak
untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat
dipenuhi. Tak jarang pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin
berpegang pada yang sudah lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang
baru sebelum terbukti kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharuan
kurikulum adalah sifat yang sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar
mode yang timbul pada suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.
B. Analisis Perubahan Kurikulum dari Tahun 1968-2006
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
NO
|
TAHUN
|
FOKUS ORIENTASI
|
1
|
1968
|
Subject
Matter (Mata Pelajaran)
|
2
|
1975
|
Terminal
Objectives (Tiu, Tik)
|
3
|
1984
|
Keterampilan
Proses (CBSA Project)
|
4
|
1994
|
Munculnya
Pembagian Kamar Antara Kurikulum Nasional Dengan Kurikulum Muatan Local
|
5
|
2004
|
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK)
|
6
|
2006
|
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)
|
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Penekanan dalam Kurikulum
1968, pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat
jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti,
dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik.
Sebagai pengganti kurikulum 1968 adalah kurikulum 1975. Dalam
kurikulum ini menggunakan pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI), mengarah kepada tercapainya tujuan spesifik, yang dapat diukur dan
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Dalam pelaksanaannya banyak
menganut psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab)
dan latihan (drill).
Kurikulum 1984 berorientasi kepada tujuan instruksional, didasari oleh
pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar
yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh
karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus
dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa. Pendekatan pengajarannya
berpusat pada anak didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). CBSA adalah
pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa
memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor
Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral yakni
pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin
dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
Ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya
adalah pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi). Dalam pelaksanaan kegiatan, guru
harus memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam
belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Untuk mengaktifkan siswa guru
dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen
dan penyelidikan. Dan dalam pengajaran suatu mata pelajaran harus menyesuaikan
dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga
diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada
pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal
dan pemecahan masalah.
Kurikukum yang dikembangkan pada tahun 2004 diberi nama Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai
dengan standard performan yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat
kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu
KBK sebagai pedoman pembelajaran.
Selanjutnya pada tahun 2006, dikembangkannya kurikulum KTSP. KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum
yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah
dan satuan pendidikan. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum,
yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan
masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah.
Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki
keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan
mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap
kebutuhan setempat.
C. Ironi Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Berlakunya
kurikulum 2006 yang dituangkan dalam paket kebijakan yang dituangkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22, 23 dan 24 merupakan kemajuan yang
patut untuk disikapi secara posistif oleh semua pihak pemangku pendidikan, kebijakan
ini merupakan kebijakan yang dapat dipandang sebagai membagi peran antara
pemerintah dengan satuan pendidikan atau guru dalam bidang penyususnan
kurikulum. Ada beberapa
pertimbangan yang dapat dijadikan dasar dan alasan mengapa KTSP diimplementasikan
dalam pendidikan nasional. Berikut dijabarkan beberapa alasan :
1.
Dalam kaitannya dengan keanekaragaman budaya, adat,
sosial, sumber daya dan tradisi, tidak dipungkiri lagi bahwa Indonesia memiliki
semuanya. KTSP hadir sebagai sebuah langkah persiapan untuk mengoptimalkan
seluruh keanekaragaman itu. Dengan sistem desentralisasi pendidikan, sebuah
institusi pendidikan diharapkan mampu mengoptimalkan dan melestarikan
keanekaragaman yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing.
2.
Dalam setiap institusi pendidikan, permasalahan yang
dihadapi tidak hanya satu. Masalah yang ada di institusi pendidikan yang satu
belum tentu terjadi di institusi pendidikan lainnya. KTSP, yang penyusunannya
langsung dilakukan oleh pihak satuan pendidikan, diharapkan mampu menjadi sebuah
pemecahan masalah yang ada di satuan pendidikan itu sendiri. Karena yang paling
mengenal sebuah institusi pendidikan adalah institusi itu sendiri, dalam hal
ini seluruh tenaga pendidik dan kependidikan di institusi tersebut.
3.
Memberikan kesempatan kepada seluruh unsur pendidikan,
yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat untuk berperan aktif dalam memajukan
suatu institusi pendidikan. Peran komite sekolah, yang terdiri dari perwakilan
orang tua dan tokoh masyarakat setempat, diharapkan mampu memberikan kontribusi
ide dan saran yang nantinya akan dijadikan sebagai sebuah pembelajaran yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memenuhi kebutuhan daerahnya
masing-masing.
Sementara
itu, yang pesimistis dengan kurikulum mutahir mengolok-olok KTSP sebagai (K)urikulum (T)idak (S)iap (P)akai
karena lahir terlalu premature (sebelum waktunya). Sumber kelemahannya bukan
berada di mana-mana, melainkan ada pada guru sendiri. Seberapa banyak guru yang
kreatif dan siap dalam spirit perubahan zaman yang disyaratkan KTSP? Selain
persoalan guru, prasyarat lain seperti gedung dan komitmen pemerintah juga akan
menjadi kendala yang serius. Kita khawatir kurikulum baru di tahun 2013 pun
akan sama nasibnya dengan kurikulum-kurikulum lainnya.
Tak dapat
dipungkiri, pendidikan yang baik adalah investasi yang tak ternilai untuk
kemajuan bangsa. Maka, untuk menstandarkan materi-materi pendidikan yang
diberikan dalam sekolah, disusunlah kurikulum oleh pemerintah sebagai pedoman
sistematis yang wajib dilaksanakan bagi institusi-institusi pendidikan di
Indonesia dalam materi pelajaran. Dengan begitu banyak poin penting yang diatur
dalam kurikulum, penyusunan kurikulum yang tepat sangatlah krusial untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Namun, di
saat zaman reformasi ini, kurikulum yang dikeluarkan pemerintah senantiasa
berubah secepat seseorang bosan dengan mainannya. Bahkan, dapat terlihat bahwa
setiap kali berganti menteri pendidikan maka hampir dapat dipastikan kurikulum
juga akan diubah. Kalau diistilahkan “ganti menteri ganti kurikulum”. Mungkin
hanya ada perubahan sedikit didalamnya, namun dengan adanya menteri baru
inginnya melakukan perubahan, sayang sekali yang dirubah hanya nama,
tidak lebih dari sekedar formalitas. Apakah sering berganti-ganti
kurikulum itu baik? Tergantung. Sebetulnya apabila kurikulum baru memang lebih
efektif dan cocok dengan realita di lapangan, maka itu baik. Tapi, apa bila
kurikulum itu tidak efektif dan sulit direalisasikan dengan sempurna, maka yang
terjadi adalah kebingungan dan miskonsepsi (kesalahpahaman). Bila hal itu
terjadi, maka yang paling menjadi korban adalah siswa, korban dari proyek
Mendiknas dan menteri baru yang ingin “tampil beda”.
Hal ini
sangat ironi dalam dunia pendidikan Indonesia, jika hal ini diteruskan lambat
laun banyak penyelenggara pendidikan non-pemerintah yang bersaing dengan
sekolah naungan pemerintah atau negeri. Kadang kala kita jumpai bahwa kurikulum
yang diberikan sekolah swasta cenderung lebih baik ketimbang kurikulum dari
pemerintah. Keplin-planan pemerintah menggonta-ganti kurikulum pendidikan
sebenarnya tidak masalah, yang dipermasalahkan hanya kualitas kurikulum
tersebut apakah mampu meningkatkan kualitas pembelajaran ataukah hanya akan
membuat kebingungan para siswa karena selalu berubah-ubah tiap tahunnya.
Evaluasi Penerapan KTSP
Setiap
kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan masing-masing
tergantung pada situasi dan kondisi pada saat kurikulum diberlakukan.
Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain :
a. Dengan KTSP, sekolah mendapatkan otonomi
dalam pelaksanaan pendidikan, yang mana hal ini berbeda dengan kurikulum-kurikulum
sebelumya, yang menyama ratakan semua sekolah dengan kurikulum yang sama tanpa melihat kondisi
dan situasi lingkungan sekolah yang bersangkutan. Dengan otonomi itu, sekolah
bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum
sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi lingkungan.
b. Dengan KTSP, sekolah mendapat
kebebasan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum
sekolah sesuai dengan situasi, kondisi dan potensi keunggulan lokal yang bisa
dimunculkan oleh sekolah.
c.
Dalam KTSP, sekolah diberi
kebebasan dalam mengembangkan mata pelajaran tertentu sesuai dengan kebutuhan
siswa serta sesuai dengan potensi di daerah tersebut.
d. Dengan KTSP, beban belajar siswa
berkurang karena KTSP lebih sederhana. Tetapi tetap memberikan tekanan bagi
perkembangan siswa. Karena beberapa kurikulum sebelumnya kebanyakan memasukan
alokasi jam pelajaran yang cukup lama, sehingga siswa jenuh dan itu mengakibatkan
siswa tidak fokus terhadap pelajarannya, namun dalam KTSP, alokasi waktu
mengalami pengurangan.
Dari semua aspek yang telah dipaparkan, KTSP terkesan merupakan
kurikulum yang sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia. Namun dalam tahap pengimplementasiannya,
KTSP masih sangat jauh dari konsep yang ada. Berdasarkan data yang ada, berikut
beberapa masalah dalam implementasi KTSP :
a. Standarisasi yang masih diterapkan oleh pemerintah
yaitu berupa Ujian Nasional (UN). Jika KTSP dibuat dan dirancang sedemikian
rupa oleh satuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata yang ada,
mengapa pemerintah harus repot-repot mengadakan UN? Prinsip diversifikasi yang
diterapkan dalam KTSP secara jelas mencantumkan bahwa tiap satuan pendidikan itu
memiliki perbedaan. Pemerintah tidak bisa seenaknya “memukul rata” seluruh
sekolah di Indonesia untuk siap mengikuti Ujian Nasional.
b.
Kualitas tenaga pendidik yang masih sangat kurang
dalam mengakomodir tugas KTSP secara keseluruhan. Seperti yang telah dijelaskan
diatas, dalam KTSP, tenaga pendidik menjadi perancang, pelaksana dan
pengevaluasi kurikulum yang ada di sekolah tersebut. Oleh sebab itu, kompetensi
yang dimiliki haruslah mampu mengakomodir seluruh tugas tersebut. Faktanya,
pelaksanaan Pendidikan Guru serta sertifikasi yang diadakan masih belum mampu
membekali guru untuk dapat merancang sebuah kurikulum pembelajaran yang
memenuhi tujuan keseluruhan dari KTSP.
c.
Sosialisasi yang dilakukan pemerintah masih belum
sempurna seluruhnya. Dalam sebuah Stadium General, Prof. Dr. Tilaar pernah
mengatakan bahwa hampir ratusan guru di Sumatera Utara yang hadir saat seminar
yang diisi oleh beliau mengatakan bahwa mereka tidak mengerti bagaimana KTSP
harus dirancang. Yang mereka tahu adalah bagaimana mempersiapkan murid agar
lulus ujian nasional. Sungguh sebuah ironi, mengingat bahwa seharusnya KTSP
dirancang dan dikembangkan oleh guru, namun guru itu sendiri belum memahami
sepenuhnya apa itu KTSP.
Kesempurnaan konsep yang ada pada
KTSP menjadi tidak berarti ketika pelaksanaannya masih jauh dari angan.
Kekurangan dan kelemahan yang ada pada implementasi KTSP tentunya membutuhkan
tindak lanjut dan langkah perbaikan yang harus dilakukan.
Solusi dari Lemahnya Penerapan KTSP
Pada
dasarnya, permasalahan implementasi KTSP yang ada di Indonesia perlu
diperbaiki, bukan langsung diubah. Untuk itu, kami merumuskan solusi untuk
setiap permasalahan yang ada. Berikut dipaparkan solusi-solusinya:
a.
Untuk permasalahan standarisasi secara nasional dengan
diadakannya UN, solusi yang kami ajukan adalah penghapusan UN. Alasannya,
ketika satuan pendidikan telah merancang dan melaksanakan KTSP serta menentukan
standar-standar kelulusan yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan satuan
pendidikan dan potensi daerahnya masing-masing, seharusnya untuk masalah sistem
evaluasi yang ditujukan sebagai standar kelulusan dilaksanakan oleh satuan
pendidikan itu juga. Jadi UN hanya sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan di
Indonesia, bukan sebagai standar kelulusan nasional.
b.
Permasalahan kualitas guru, tentunya ini harus
diselesaikan dengan cara peningkatan kualitas guru. Paling tidak, seorang guru
harus paham apa Itu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Ada dua cara yang kami
sarankan. Pertama pelatihan-pelatihan untuk para guru, seperti workshop,
seminar, PLPG, Portofolio, dan lain sebagainya. Kedua, membekali para calon
guru ketika masih dalam tahapan belajar di bangku kuliah. Ada baiknya para
calon guru di bangku kuliah dibekali pengetahuan tentang kurikulum dan
pengelolaan sekolah sebelum mereka terjun langsung pada dunia pendidikan.
c.
Problematika terakhir adalah sosialisasi, tetap
dilakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia. Dengan mengubah konsep sosialisasi
yang kebanyakan sudah dijalankan. Kenapa? Karena kebanyakan sosialisasi yang
dilakukan terlihat “monoton” dengan hanya memberikan konsep-konsep saja yang
mungkin bagi kebanyakan guru membosankan dan dalam waktu 3 hari saja timbul
istilah “masuk telinga kiri keluar telinga kanan”. Masukkan cara-cara praktis
dan contoh langsung ke lapangan mungkin salah satunya dengan simulasi di dalam
kelas. Lalu setelah itu, sosialisasi tidak hanya dilakukan dengan face to
face saja tetapi beri juga ruang bagi para pendidik untuk mengeluarkan
uneg-unegnya di “dunia maya” dengan mengadakan forum atau apapun itu karena
dari saran dan kritik mereka jugalah kita dapat mengetahui apa yang perlu
dibenahi dalam kurikulum.
Pada dasarnya, ketika menemukan
sebuah permasalah dalam hal apapun, sebaiknya diperbaiki, bukan diubah.
Demikian seberkas pengajuan saran untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul
dalam persoalan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
makasih makasih .... ^_^
BalasHapusTERIMA KASIH BANYAK...!!!
BalasHapusSalam kenal , postingan yang bagus
BalasHapus:) :)
BalasHapusTerima kasih banyak atas postingannya, mbak. Keren
BalasHapusAlhamdulillahh... :)
BalasHapuspostingannya bagus mbak,..
BalasHapusterimakasih
makasi ya,, bantu banget buat ngerjain tugas matkul landasan kependidikan.
BalasHapusmbak tolong diberi sumber dong biar jelas ngutipnya dari mana?
BalasHapuskl relevansinya kurikulum lama dan baru apa ya ? Hubungan kaitannya ?
BalasHapusTugas kuliah Semester 1 nih. Mohon bantuan secepatnya
Terimakasih, saya izin menjadikan artikel ini sumber referensi tugas saya ya...
BalasHapusmohon ijin menyalin beberapa definisi dan penjelasan untuk melengkapi tugas saya, terimakasih banyak dan sangat membantu :)
BalasHapusMohon di tambahkan " daftar pustaka" kansayang referensi nya gak jelas.
BalasHapusmohon referensi nya..
BalasHapusterimakasih sangant membantu
BalasHapus